Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Lain Lain.’ Category

AYO SEKOLAH.

Ayo sekolah. Jangan lupa makan pagi. Jangan lupa berangkat bersama teman-teman. Asyik khan! Jika teman belum selesai sarapan, sabarlah menunggu. Kasihan jika ia terlambat ia berangkat sendiri. Sekolah kita cukup jauh. Kita harus meniti titian ayun.

Titi ayun adalah seutas tali besi untuk kita titi. Demi masa depan yang labih baik. Ayo kita jalani. Di jalan kita bisa jalan, berlari, dan bermain main. Kadang kita ayun ayun jembatan tali besi yang biasa kita lewati. Ah indahnya hidup ini.

Read Full Post »

Kuningan (Minggu, 27/03/2011). Tepatnya berada di Jalan Siliwangi kabupaten Kuningan Jawa Barat, kami menikmati jalan kaki di pagi hari. Jam 06.00 wib kami berangkat dari rumah di Jalan Ir Juanda no. 190. Aku bersama anak-anakku berbelok ke kanan memasuki jalan Wijaya Kertawangunan. Dan tak lama kami sudak masuk ke jalan Siliwangi. Suasana sepi dari kendaraan bermotor. Mulai Jam 06.00 hingga jam 09.00 jalan Siliwangi Kuningan terbebas dari kendaraan bermotor. “Uih, asyik pisan!” Udara segar bisa kami nikmati. Terima kasih untuk Pemda dan Warga Kuningan-Jabar.

 

Read Full Post »

MATA YANG GRATIS

Disebuah gedung pertemuan kami menyaksikan berbagai kejadian. Anak kecil menari melenggang diatas panggung pertujukkan. Tarian demi tarian silih berganti dia pamerkan. Kami menikmati lemah gemulainya gerak gerik anak-anak belia dan alunan musik yang mengiringinya. Senyum tulusmu menebar pesona bagi para pengunjung. Sorot mata bocah-bocah penari membentur dinding dinding gedung pertemuan menghangatkan suasana. Kami semua bahagia.

Kebahagiaan itu tumbuh dihati kami semua. Didalam duniaku pertunjukan itu membentur gumpalan es dipelupuk mataku. Tanpa disadari air mata keluar membuat anak sungai diantara hidung dan kedua pipi.

Sambil mendekatkan muka di telingaku kanda Sukirno berbisik, “Ada apa duhai siswa Sang Guru Sejati? Mengapa engkau menjatuhkan air mata disaat suka cita pertunjukan anak-anak TK pamiwahan yang asyik menari-nari?” “Kakang mas, gerak tari dan irama alunan musik merobek-robek hatiku. Sedih rasanya.”

Dengan nada berbisik pula, aku menjawab pertanyaan kanda sukirno. Kembali kanda sukirno bertanya, “Mengapa mesti sedih? Apa gerangan yang membuat dinda bersedih hati?” “Saya sedih bukan karena melihat tarian atau mendengar alunan irama yang ada. Kesedihanku justru karena saya sadar betapa bodohnya diriku selama ini.” Sambil tetap menyaksikan tarian, saya memberi penjelasan kepada kanda sukirno, “Saya merasa sangat jarang bersyukur kepada Tuhan.”

Sambil lebih mendekatkan duduk kami, aku melanjutkan penjelasanku. “Tarian itu indah dilihat langsung disini. Rekaman vidio dari tarian itupun pasti akan terlihat bagus. Tetapi saya berfikir, seandainya aku tidak diberi mata oleh Yang Maha Kuasa, apakah saya dapat menikmati keindahan berbagai kejadian dimuka bumi ini?”

Saat itu air mataku bertambah deras, dan aku melanjutkan penjelasanku, “Betapa Maha Besar dan Maha Murah Tuhan Sang Pencipta alam semesta ini. Betapa tidak. Apalah artinya keindahan jika tidak mempunyai mata. Harga kaca mata berapa, harga televisi berapa, harga tiket bertamasa berapa, dan lain sebagainya. Lantas harga mata kita berapa ? Dan adakah yang menjual mata ?”

Kangmas kirno ikut mengomentari juga, “Iya, betul juga. Mengapa manusia susah bersyukur? Padahal ‘mata yang gratis’ ini tidak perlu bayar, tidak perlu sewa. Mengapa kita tidak mensyukurinya?”

“Iya, tidak usah jauh, diri kita sendiri masih jarang mensyukuri berbagai kenikmatan, berbagai anugrah dan berbagai pemberian Tuhan kepada kita. Dan aku yakin sudah banyak siswa Sang Guru Sejati yang pandai dan rajin bersyukur. Tetapi saya juga percaya masih banyak orang yang belum pandai dan belum rajin bersyukur.”

Air mataku berulang kali aku usap. Dan sekarang air mataku sudah mulai berhenti. “Yang bisa kita lakukan adalah terus belajar bersyukur dan terus mempraktekan langsung agar kita bisa menjadi siswa Sang Guru Sejati yang pandai dan rajin bersyukur.”

Begitu saran dari kangmas sukirno. “Dan jangan lupa kita belajar mengajak orang-orang terdekat kita agar bisa rajin dan pandai bersyukur. Termasuk mensyukuri ‘Mata Kita Yang Gratis’ ini. Terima kasih Tuhan. Semoga Mata Yang Gratis dari pemberian Mu dapat dipergunakan untuk meningkatkan penyiswaan kita kepada Sang Guru Sejati. Terima kasih.***

Read Full Post »

Kuningan hujan dipagi hari. Gunung Cermai yang biasa nampak dilihat dari depan rumah tak bisa dilihat untuk saat ini. Air hujan dari langit membasuh debu diatas daun , debu diatas jalanan, debu diatas atap bangunan dll. Dalam beberapa kasus semua menjadi nampak jelas. Warnanya asli, bentuknya asli, kondisinya baik atau kondisinnya buruk, semuanya juga nampak asli.

Lantas bagai mana dengan potret mirip Gayus di internet yang namak di layar laptop. Ternyata dirimu nampak seperti itu. Entah siapa kamu tetapi sepertinya memakai rambut palsu. (Maaf mas gayus ya, sekedar untuk contoh kasus dalam tulisan ini).

Aku mendengar bunyi burung di atas pohon yang tumbuh di trotoar jalan Juanda. Suaramu memecahkan hening lamunan di pagi hari. Bunyimu masih seperti dulu. Berceloteh, bernyanyi, orasi, khobah, do’a  atau apa makna dari bunyi diatas pohon itu. Wahai burung engkau masih seperti dulu. Atau sudah berubah tapi aku tidak tahu. Aku mengenal suaramu tapi aku tidak tahu arti suaramu.

Dalam kesendirian akupun tersenyum. Aku melihat benak hatiku, aku seperti melihat tontonan yang sangat jelas. Dimataku saat ini, Gayus sebagai utusan (delegasi) dari Tuhan. Engkau pembawa pesan yang tidak aku mengerti. Aku paham tapi aku bingung. Aku jelas tapi samar-samar.

Engkau adalah alat dari Tuhan untuk menunjukan sesuatu kepada mahluknya yang bernama manusia. Gayus menjadi cermin bagi kita semua. Gayus itu ada dan nyata. Dan ada banyak manusia yang mempunyai kemiripan perilaku seperti yang dilakukan Gayus. Mungkin Gayus-Gayus yang lain memakai rambut palsu, atau aksesoris palsu lainnya.

Apakah diri kita juga seseorang yang mirip Gayus? Jika engkau pegawai negeri golongan IIIA, gajimu 5 – 12 juta. Dan melihat informasi di berbagai media hartamu milyaran rupiah. Dan apakah engkau Gayus tidak akan mengakui ada yang salah?

Jika aku sebagai Gayus, apakah aku akan lepas harta yang tidak jelas itu. Apakah jika aku adalah Gayus maka aku akan beberkan semua kisah seperti kisah nasehat guru ngaji? Mulutmu tidak bicara, tapi kakimu bicara, tanganmu bicara, semuanya bicara. Apakah mulutku akan berbicara apa adanya. Apakah diriku berani memaksa mulutku bicara sebelum anggota tubuhku yang lain bicara?

Semua kembali kepada kita. Jika Gayus adalah kaum hawa dan ia adalah istriku. Apa yang akan aku perbuat. Jika Gayus adalah kaum adam dan ia adalah suamiku. Apa yang akan aku perbuat. Jika Gayus adalah orang tuaku dan aku adalah anaknya. Apa yang akan aku perbuat. Dan jika Gayus adalah saudaraku, apa yang akan aku perbuat. Jika Gayus adalah atasanku atau bawahanku, apa yang akan aku perbuat.

Dan jika aku tidak berbuat apa-apa, lantas siapa diriku ini. Apakah aku dan gayus adalah sama saja. Aku menjadi diam seribu bahasa. Hujan diluar rumah sudah reda. Aku melihat Gunung Cermai sudah menampakan jati dirinya. Mulut terasa asam, perut terasa lapar.

Aku melangkah menuju dapur sambil bertanya, “Jika aku sebagai istri, suami, orang tua, anak, saudara, apakah aku akan diam saja?” Aku masih melangkah dan terus melangkah. Aku diam mematung di dapur. Ke-tidak nyamanan diri ini membuat aku berbalik arah.

Aku menghampiri laptop yang masih menyala di atas meja. Aku membuat tulisan di sana. Aku masukan tulisan itu dalam FB. “Jika aku koruptor, jika aku istri atau suami koruptor, jika aku anak seorang koruptor, jika aku atasan atau bawahan koruptor,  jika aku memiliki kawan atau saudara bahkan famili koruptor. Apa yang akan saya lakukan?”

Seharian aku tidak makan. Bukan karena tidak lapar. Bukan karena sok pahlawan melakukan aksi mogok makan. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan sendiri. Mungkin kita butuh kebersamaan untuk memperlakukan koruptor di dalam lingkungan keluarga atau lingkungan kerja kita. Mungkin tidak mungkin jika kita melakukan sendiri. Kita butuh kebersamaan.

“Bukan aku tidak setia kepada suami. Bukan aku tidak sayang kepada istri. Bukan aku tidak berbakti kepada orang tua sendiri. Bukan berarti aku menghianati persahatan. Bukan berarti aku ……..?”

“Aku tidak akan pernah bergaul lagi dengan koruptor mulai detik ini. Jika koruptor itu adalah suami, istri, ayah, ibu, teman, sahabat, keluarga dan famili dan siapapun ia. Aku tidak mau berkomunikasi dengannya. Aku tidak sudi memakan dan memanfaatkan hartanya. Aku tidak akan…..? “

Dan ternyata komputer ini pemberiannya. Pakaian ini pemberiannya. Tempat tinggal ini, HP ini, listrik rumah ini, sandal ini, makanan, minuman, tusuk gigi, dan semua yang ada adalah pemberian koruptor. Dan jika demikian adanya maka aku akan memilih mati!

Koruptor itu yang di adili atau jika tidak dilakukan maka aku yang akan menghakimiku sendiri. Dan jika negara membiarkan hidup bagi Gayus-Gayus yang ada, maka aku akan memilih Mati!! Aku akan memilih Mati!!! KepadaMU wahai negaraku, “Pilih ‘Aku’ atau ’Gayus’ yang Mati?” ***

Read Full Post »

PERPUSTAKAAN

Jam 7 pagi om3 pergi ke Purpustakaan di kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Ternyata belum di buka. Om3 melihat tulisan yang tertempel di kaca jendela kantor. Ternyata jam pelayanan jam 07.30-14.30 wib. Wah kepagian nih. Dari pada pulang, nunggu aja deh.

Om3 melihat petugas jaga malam yang sedang membersihkan kantor dan lingkungan Perpustakaan. Petugas yang masih muda itu mengibarkan bender Merah Putih. Dalam hati om3 bersorak. “Hore…., Selamat Pagi Indonesia”.

Ternyata perpustakaan ini milik pepemerintah daerah kabupaten Kuningan. Namanya Perpustakaan ‘Prof. Dr Edi S. Ekadjati’. Tempatnya bersih dan rapi. Beberapa kali mengunjungi perpustakaan daerah biasanya tidak terlalu rame. Beberapa waktu lalu pernah kesini juga relatif sepi pengunjung.

Melihat jam pelayanan jam 07.30-14.30wib, om3 merasakan nuasa kantoran pemda banget. Tidak bernuasa pelayanan publik yg 24 jam. Tetapi om3 pikir bukan kesalahan satu dua pihak saja. Tetapi hal ini berupakan akumulasi ketidak pedulian banyak pihak. Masyarakat tidak merasa membutuhkan, pemerintah asal menyelenggarakan. Tak ada yang gigih kampanye, “Iqro! Bacalah!”. Terus masyarakat kita kapan berkembang, kalau membaca saja enggan?

Masyarakat tidak perhatian terhadap keberadaan perpustakaan. Pemerintah daerah juga yang penting ada perpustakaan. Mereka yg berkunjung sebagian anak sekolah karena ada tugas dari guru. Perpustakaan belum memiliki magnet. Perpustakaan tidak ada daya tarik yang kuat. Kalah dengan Mall, Super Market, Panggung Dangdut, dll. Wah gawat ya?

Padahal ada sepanduk yang bertuliskan “Perpustakaaan Mewujudkan Masyarakat Gemar Membaca dan Belajar Sepanjang Hayat”. Wah keren banget. Kalimat dalam sepanduk itu sangat bersemangat. Om3 sangat setuju. Tetapi mengapa sepi ya? Inilah sebagian wajah kita sebagai komunitas warga sebuah negara yang bernama ‘Indonesia’.

Di bumi Kuningan tercinta. Dan di kota-kota kabupaten yang lainnya. Kapan kita akan bangkit. Tidakkah diantara kita ada yang peduli ? Mungkin jangan sekedar peduli langkah nyata untuk gemar membaca. Dan untuk om3 sendiri tidak gemar membaca. Tetapi om3 terus mencobanya. Ayo membaca dan membaca. Saudara menyetujui ajakan om3 ini. Jika iya, Alhamdulillah.

Puji syukur kepada Alloh yang telah menyuruh Rosul Muhammad untuk membaca. Terima kasih kepada Aloh yang telah menciptakan panca indera pada tubuh manusia. Terima kasih kepada Alloh yang menciptakan mata sebagai alat penglihatan yang sempurna. Terimakasih ya Alloh, pagi ini om3 telah membaca. ***

Read Full Post »

Older Posts »